Sabtu, 22 Juli 2023 – 01:00 WIB
Jakarta – Partai politik baru dan non-parlemen menghadapi beberapa tantangan untuk melewati ambang pemilihan 4%. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan memaparkan beberapa tantangan yang harus dihadapi.
Baca Juga:
Tahun 2024, Partai Politik Baru Ditantang Memberikan Narasi Politik yang Segar dan Berbeda
Pertama, partai politik dihadapkan pada Partai ID (identitas partai) yang rendah. Kedua, volatilitas partai politik tinggi di tingkat daerah, namun cenderung rendah di tingkat nasional.
“Jadi ada kecenderungan lebih dari 50%, pemilih akan memilih partai yang sama pada Pemilu 2024,” ujar Djayadi dalam Webinar Nasional bertema ‘Tantangan dan Peluang Parpol Baru di Pemilu 2024’ yang digelar Moya Institute, Jumat 21 Juli 2023.
Baca Juga:
Ahmad Sahroni Sebut PPATK Perlu Pantau Rapat Parpol Jelang Pemilu 2024
Ilustrasi logo partai politik peserta pemilu 2024.
Ketiga, minat pemilih untuk mendukung partai baru cenderung menurun. Kinerja partai baru tertinggi terjadi pada tahun 2004.
Baca Juga:
PKB Undang Seluruh Elit Politik ke Upacara HUT ke-25 di Solo, Gibran Rakabuming?
“Total suara partai baru pada 2004 sebesar 21,3 persen, hanya kalah dari Golkar yang meraih lebih dari 22 persen. Angka tersebut turun menjadi 7,2 persen pada 2009 dan seterusnya,” kata Djayadi.
Keempat, jumlah partai yang masuk parlemen dalam pemilu belakangan ini cenderung stabil. Artinya, pilihan masyarakat cenderung stabil terhadap partai yang sama.
Halaman selanjutnya
“Rata-rata usia partai di atas 15 tahun. Hanya dua partai yang di atas 10 tahun. Artinya, partai-partai di DPR akan bertahan. Ini menyulitkan masuknya partai-partai baru.”