Minggu, 12 Februari 2023 – 21:34 WIB
VIVA Nasional – Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, menilai tidak ada persoalan hukum dalam kasus Duta Palma Group. Ia mengatakan, terkait dengan hutan, asas hukum sistematik lex specialis yang seharusnya digunakan adalah UU Cipta Kerja (Ciptaker) atau peraturan turunannya dari UU Kehutanan, bukan UU Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Sadino, dua dari lima perusahaan Duta Palma, yakni PT Amal Kencana Tani (KAT) dan PT Banyu Bening Utama sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Sedangkan tiga perusahaan lainnya yakni PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, dan PT Seberida Subur masih belum memiliki HGU. Namun, mereka sudah memiliki izin lokasi (ILOK), izin usaha perkebunan (IUP), dan telah memenuhi peraturan perundang-undangan mulai dari peraturan pemerintah di bidang kehutanan.
Surya Darmadi diadili
Karena itu, dia menyayangkan tuntutan jaksa yang seolah-olah kelima perusahaan itu mengalami masalah yang sama.
“Bagaimana dengan kawasan hutan HGU? Tidak. Hal ini dapat dilihat dari pengertian kawasan hutan nasional dari Undang-Undang Kehutanan, yaitu kawasan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan tetap yang tidak dibebani hak atas tanah. Hal ini sejalan dengan PP 23 Tahun 2021 tentang Tata Hutan,” kata Sadino kepada media, Minggu 12 Februari 2023.
Sadino menjelaskan, hutan yang dimaksud dalam UU Kehutanan adalah kawasan hutan nasional. Kawasan hutan negara Aladdin adalah kawasan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, yang tidak dibebani oleh hak atas tanah. Oleh karena itu, tanah yang memiliki HGU bukanlah kawasan hutan. HGU tunduk pada UUPA No. 5 tahun 1960.
Halaman selanjutnya
Belakangan, tiga perusahaan lainnya mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ini dilakukan sebelum UU Ciptaker dan setelah UU Ciptaker diperkenalkan.