Jumat, 17 Februari 2023 – 20:26 WIB
bisnis VIVA – DPR terus menyoroti rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengendalian Zat Yang Mengandung Zat Adiktif Pada Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012).
Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Kadir Karding, dengan tegas menolak rencana perubahan aturan tersebut, karena revisi tersebut dipastikan akan menekan dan merugikan masyarakat. Ia mengatakan, rencana revisi PP 109/2012 bukan karena alasan kesehatan seperti yang sering diutarakan pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan dan pihak pendukungnya.
Menurut dia, dorongan kajian ini lebih karena adanya intervensi internasional yang kemudian menimbulkan tekanan tertentu terhadap industri rokok di Indonesia.
Alokasi dana setiap tahun untuk bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT)
“Menurut kami sangat kuat, karena kesehatan hanya proksi. Tapi yang lebih menonjol dari regulasi yang muncul di negara ini, termasuk revisi PP 109 dan ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah tekanan internasional,” kata Karding dalam keterangannya, Jumat, 17 Februari 2023.
Wacana revisi PP 109/2012 kembali mencuat setelah keluarnya Perpres 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Jika revisi ini dilakukan, maka berbagai regulasi yang berlaku di industri rokok sebelumnya sangat ketat. , akan menjadi lebih ketat.
Beberapa perubahan itu antara lain adalah pembesaran gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok, yang ditargetkan mencakup 90 persen luas kemasan. Kemudian ada juga larangan iklan, promosi dan sponsor produk tembakau di berbagai jenis media, serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Halaman selanjutnya
Menurut Karding, PP 109/2012 saat ini sangat menindas dan menekan industri rokok selama ini, dari hulu hingga hilir. Selama ini perokok sering dianggap sebagai masyarakat yang terpinggirkan, karena larangan merokok di beberapa tempat terlalu diberlakukan.